RIYADHOH HARUS JADI KEHIDUPAN KITA

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Perjuangan Wahidiyah adalah perjuangan yang memperjuangkan iman, Islam dan ihsan. Memperjuangkan kualitas iman kita, kualitas Islam kita didalam menjalankan perintah-perintah Allah. Maupun kuantitas ibadah kita. Allah SWT berfirman:

"Dan tiada Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat 56)

Jadi, kita diciptakan oleh Allah di dunia ini supaya kita beribadah kepada Allah. Tidak ada misi lain bagi kita kecuali ibadah, hingga kita betul-betul menjadi orang yang 'abidin, mukhlisin ataupun arifin.



Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Dalam kenyataan hldup di dunia ini, kita tidak bisa hanya sembahyang saja. Kita tidak bisa hanya shalat, puasa dan zakat. Kita harus bermasyarakat, bernegara, maupun berumah tangga. Hingga aktivitas sehari-hari kita tidak bisa hanya kita gunakan untuk hal yang wajib, shalat dan sebagainya. Kita harus bekerja, harus mendidik anak, harus bermasyarakat, harus ke kantor ke sawah dan sebagainya. Sehingga bagaimana kita harus ibadah setiap saat sebagaimana apa yang telah diperintahkan Allah, liya'buduuny?

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Karena itu kita akan berfikir, tidak mungkin kita bisa sembahyang, ibadah 24 jam. Mengapa liya'buduunii? Memang ayatnya begitu. Karena itu kita tidak bisa memahami, atau tidak boleh hanya memahami bahwa ibadah itu hanya puasa, shalat, zakat dan sebagainya. Sesungguhnya semua perilaku kehidupan kita, baik hablum minallah wahablum minannas, ini dapat kita gunakan sebagai ibadah. Dengan menata niat sebelum melakukan sesuatu perbuatan. Dimana Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya segala amal perbuatan itu ditentukan (tergantung/dinilai) menurut niatnya, dan sesungguhnya bagi seseorang itu tergantung pada apa yang ia niatkan. (Riwayat Bukhori dan Muslim dan lainnya dari Umar Ibnul Khattab RA)

Jika diniati ibadah, jadilah ibadah. Jika tidak diniati, mungkin karena lupa, ya tidak akan menjadi ibadah.

Sedang shalat itu sendiri, jelas ini peristiwa audensi, kepatuhan seorang hamba menghadap kepada Allah, itu yang pertama karena niatnya. jika tidak ada niat, mungkin karena lupa atau niatnya ditaruh di tengah-tengah, tidak bisa diterima dan tidak bisa ditawar. Shalatnya tidak punya nilai di hadapan Allah. Batal! Yang ada hanyalah qiyamus shalah, bukan amal shalat.

Maka semua perbuatan kita juga harus demikian: Tidak bisa ditawar, lupa dan sebagainya. Harus setiap perbuatan lahir dan batin yang tidak dilarang oleh Allah, maksudnya tidak maksiat, yang tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Ini hendaknya diniatkan untuk ibadah kepada Allah. Penerapannya, kita melihat yang baik, kita niati ibadah. Kita makan, kita niati ibadah. Kita mandi, tidur, mendidik anak, sekolah, bertani, ke kantor, tafakkur. Semuanya harus kita niati ibadah. Datang ke tempat ini, saya di podium ini. Kalau tadi bapak-bapak lupa tidak niat, maka tidak bernilai ibadah. Maka mari, bagi yang hadir, bagi yang tidak hadir tetapi mendengarkan,
daripada mendengarkan di jalan tidak bernilai ibadah, mari diniati, "Aku tak ngrungokne pengajian, tak niati ibadah." Aku mujahadah, ibadah. Duduk diam manis, ibadah. Saya sendiri yang bicara niatnya ibadah. Kita narik ambekan, naik turunnya nafas, ibadah. Kita diam konsentrasi, ibadah.

Jika demikian, alangkah nilai ibadah kita sangat luar biasa. Ambekan saja, naik turun nafas ini ibadah. Maka nilai perbuatan kita secara kuantitatif akan menjadi ibadah yang nanti di akhirat kita akan kagum dengan luar biasa. "Dulu lek ku nyelengi nggak patek okeh. Kok ternyata celengannya banyak sekali." Dulu ketika di dunia, saya tidak begitu ibadah. Nggak patek (sering) ke masjid, nggak patek pengajian, ternyata nilainya banyak. Karena ya itu, semua perbuatannya dinilai ibadah. Apalagi perbuatan yang jelas-jelas disunnahkan (dituntunkan) Rasulullah SAW, termasuk shalat, zakat, puasa dan haji.

Maka soal niat adalah soal yang paling penting. Dan niat ibadah ini harus niat yang murni. Kita bekerja bukan karena mencari uang. Motivasinya ya memang harus mencari uang. Untuk mencari rezeki, untuk nafaqah dirinya dan orang lain. Tapi ketika berangkat, ojo lali diniati Bismillahirrahmanirrahim, niat ibadah kepada Allah. Bukan uang yang kita cari. Kita makan bukan karena lapar, tapi karena perintah Allah. Kita tidur bukan semata-mata karena kantuk. Karena itulah nafsu ingin makan, nafsu kantuk, nafsu ingin punya uang itu kita jadikan kendaraan
untuk ibadah. Kalau metode tasawwuf dulu, mengekang nafsu. Ingin makan, tidak makan. Ingin tidur, tidak tidur. Terus ditentang terus, otot-ototan. Kalau metode dari Mbah Yahi, nafsu itu digunakan untuk kendaraan menuju Allah. Pingin nyambut gawe, ya memang kita di dunia untuk cari uang. Tapi berangkat bismillahirrahmanirrahim bukan karena uang. Kita terasa lapar, ya kita mau makan. Ketika mau makan, bismillahirrahmanirrahim ibadah karena Allah, bukan karena lapar. Murni tidak karena apa-apa. Sembahyang tidak karena syurga, pun tidak takut neraka, semata-mata karena perintah Allah dan mahabbah kepada Allah. Kalau demikian maka ibadahnya murni, tidak karena  limaa siwallah (sesuatu seiain Allah). jika sungguh-sungguh demikian, secara kuantitatif berarti ibadah disini pengertiannya luas. Secara kualitatif murni kepada Allah, tidak menyekutukan Allah dengan dirinya. Barangsiapa yang bekerja karena cari uang, orang itu mengabdi kepada dirinya, karena nafsunya ingin uang. Barangsiapa yang makan karena lapar, maka dia mengabdikan dirinya kepada rasa laparnya. Berarti menyekutukan Allah dengan dirinya,
syirik. Barangsiapa yang ibadah semata-mata karena syurga, maka dia pun menyekutukan Allah dengan dirinya yang ingin syurga.

Para hadirin-hadirat yang. kami hormati. Inilah yang diperjuangkan Perjuangan Wahidiyah. Jika demikian, semua bernilai ibadah. Ini mungkin sudah bisa dikategorikan sebagai waliyullah. Walinya Allah adalah orang yang senantiasa mencintai Allah, mengabdikan diri kepada Allah, sesuai dengan tingkat masing-masing orang itu. Maka ada dawuh: "Wong Islam itu semuanya juga wali-Nya Allah. Tapi tingkat yang paling rendah." Semua muslimin adalah wali-Nya Allah, kekasih-Nya Allah, tapi rendah. Masih ada syirik, kurang ikhlas.

Yang kedua, wali-Nya Allah yang kuantitasnya lebih banyak. Sesuai dengan dawuh: kullu muslimin waliyyun. Kabeh wong Islam kuwi wali. Ra ketang setahun pisan lek shalat. Neng pinggir dewe mbesuk antrine. Tapi tetap wali-Nya Allah. Sing rodo aktif bendino shalat, wali-Nya Allah. Sing turu terus sak genuk thok, neng mangane, ibadahe, shalate, nyambut gawene dadi ibadah kabeh, waline Allah. Tapi jek enek syirik. Ditingkatne malih, ikhlas tidak karena syurga, tidak karena neraka, tidak karena apa-apa.

Bahkan pada tingkatan yang tinggi yang sudah masyhur, ada tingkatan wali-wali-Nya Allah. Ada yang di dunia hanya satu. Namanya Al-Ghauts atau Sulthanul Auliyak. Contohnya seperti pelopor thariqah, Syaikh Abdul Qadir Al-jaelani, Syaikh Bahauddin An-Naqsyabandi, Syaikh Tijani, Syaikh juned, Syaikh Jalaludin Ar-Rummi, Pengarang Kitab Al-Hikam Syaikh Ibnu Athoillah Asy-Syakandari dan sebagainya. Tapi para wali-wali-Nya Allah itu masih banyak yang berada
pada tingkat mukhlisin. Belum sampai mencapai tingkat arifin, Tingkat kuantitasnya; sejauh mana ibadahnya, itu menentukan tingkat kewaliannya. Sejauh mana tingkat kekhusu'anya; menentukan tingkat kewaliannya. Poko'e kabeh wong Islam wali. Maka wali itu gampang saja sebetulnya, kok angel-angel. Angger kita sudah syahadat, wali. jadi pegawai negeri gampang, nyambut gawe gampang. Nyambut gawe kok angel. Ra ketang dadi tukang sapu, gampang. Tapi kerja yang kualitas itu yang sulit. Ingin jadi waliNya Allah, lha kita ini wali semua Tapi yang paling mburi dewe
Karena kecampuran kecampuran syirik, ya dungane nggak pati diijabahi. Menjadi wali yang kualitas yang tingi, itu yang sulit.

Kemudian ditingkatkan tentang keimanan kepada Allah menjadi lebih murni, yaitu ada Billah. Kalau tadi semua kegiatan diniati ibadah; menenge (diamnya), turune (tidurnya) dadi ibadah. Terus ditingkatkan walmukhlishuna 'ala khothorin adhim, kata Syaikh Sahal At Tustari. Ditingkatkan piye di dalam keikhlasan? Dalam ibadah tadi tidak ada syirik lagi yang timbul akibat mengaku dirinya memiliki kemampuan. Mampu melakukan ibadah, mampu ikhlas, iso ikhlas, iso ibadah, iso menjadikan semuanya menjadi ibadah. Rasa merasa memiliki kemampuan ini juga syirik. Padahal La haula wala quwwata illa billah.

"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu sekalian dan apa yang kamu sekalian perbuat."
(QS. Ash-Shoffat:96)

Allahlah yang menciptakan kamu semua dan apapun yang kamu lakukan. Baik shalatmu, zakatmu, puasamu, makan, minum, melihat, mendengar, tidur. Semua itu Allah yang menciptakan. Suara diesel Allah yang menciptakan, melihat mobil Allah yang menciptakan. Hingga melihat mobil teringat Allah, melihat makhluk, kelingan Allah. Itulah mungkin hingga dulu ada wali yang mengatakan:

"Melihat Allah pada setiap sesuatu."

Bahkan latihanne, sembarang ditulisi Allah. Padahal baru mengingat lafadz Allah, belum mengingat Allah-Nya. Misal menulis nama saya, Abdul Latif. Tapi tidak ingat saya, hanya ingat tulisan Abdul Latif. Ya itu dikantongi, dibuang saja kertasnya. Begitu juga lafadz Allah, hanya lafadz Allah. Bila perlu, waktu berdzikir Allah, Allah, Allah, itu tidak teringat Allah-Nya, hanya teringat lafadz Allah. Walau ini sudah baik di mata kita dan tentunya ada asrornya.

Kemudian Billah. Melihatnya dilihatkan Allah, mendengarnya, shalatnya, merasa digerakkan Allah.. Inilah dikatakan wali yang arifin, jika kita bisa, Serta dzauq secara rasa, bukan secara akal dan ilmu. Sebenarnya yang dicari saudara-saudara kita di thariqah-thariqah ya ini, Lillah dan Billah secara dzauqi. Sacara syah. Hingga merasakan atas keimanan kita sendiri. Kalau Tuhan, Allah punya Ketuhanan, maka kita merasakan ketuhanan Allah. Kalau orang itu kaya, merasakan kekayaan orang kaya Dia tahu orang itu kaya. Tapi orang itu tidak bisa merasakan kekayaan orang kaya itu. Kemudian dia punya saudara kaya. Hingga diberi mobil, makan enak, tidur enak. Betapa nikmatnya,
Nggak enek kekurangan opo-opo, sembarang sing dipengeni kelakon mergo dijak nginep dulure sing sugih wawu. Itu namanya merasakan kekayaan dari saudaranya. Dan dia tidak merasa kaya. Aku merasa hina, melarat, tapi dia merasakan betapa enaknya kaya itu. Itu namanya orang itu merasakan kekayaan. Kalau kita iman kepada Allah, Allah punya kekuasaan yang luar biasa. Allah punya Iradah, punya Qudroh, punya Qohar, punya Jabbar, punya Ghoni, punya Mughoni, kemudian kita merasakan di hati kita kekayaan Tuhan. Namun kita tidak merasa memiliki sifat-sifat itu tadi.

Lek pancen iku wus dicoba di hatinya, obahku obahe Allah, krunguku krungune Allah, ciptaane Allah, mandi kunfayakun Sampeyan!

"Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia Menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: 'Jadilah!' Maka terjadilah sesuatu itu." (QS. Yasin: 82)

Maka ketika Allah menghendaki, mulai saat ini kabeh Allah, ora ono, kang ono hanya Allah SWT. Tapi niki nggih laku, lek namung diomongne thok, nggih mboten kene. Diriyadlohi betul-betul. Diparingi kun oleh Allah. Walau kun yang paling ngisor. Biasane panjenengan niku kata kun supremasi yang paling tingkat tinggi. Kun, langsung dadi niku supremasi tingkat tinggi. Allah sendiri kun tidak seketika langsung jadi. Dadi lek Sampeyan diparingi kun-e. Allah, ora bakal. Yo bakal, tapi kena'en Sampeyan. Hanya selama ini kita menganggap Allah kun, dadi. Mboten. Buktine? Kalau Allah akan kun langsung jadi, Panjenengan digawe neng njero guwa garba ibune 9 wulan. Tidak seketika jadi. Padahal itu Tuhan. Idza arooda syaian, an yakula lahu kunfayakun. Jadilah anak seperti kamu, prosese 9 bulan. Bahkan didahului kumpule bapak kelawan ibu. Tuhan saja tidak begitu seketika langsung jadi. Neng yen jenengan jik sak wulan engkas, sak wulan engkas, yo kudu alhamdulillah. Ojo ngresulo, nuwun sewu. Patik nggak tahu lillah-billah blas, niku namine fadol, pemberian yang tidak ada kaitannya dengan ikhtiar dan do'a. Dalam artian ndungo seket (50) dike'i sak juta, niku namine hadiah. Kalau Allah, fadol terhadap hamba-Nya. Pegawai Negeri bayarane 1 juta, karo Pak Bupati diwenehi 10 juta, turahane kui hadiah. Lha lek 1 juta dike'i 500, disiksa Sampeyan niku jenenge.

Begitulah kepada Allah, kita ikhtiar, memohon kepada Allah. Ukuran permohonan kita, ukuran ikhtiar kita, ukuran pengabdian kita, lire namung ijabahe sak gelas. Lire ijabahe namung pangkat carik, diparingi dadi bupati, lha niku mungkin fadol. Jadi, fadol itu pemberian yang secara syar'i tidak secara langsung berhubungan dengan ikhtiar. Walau haqiqate, walaupun Sampeyan ibadah ya fadol. Mergo tanpo fadole Allah, Sampeyan mboten saget ibadah teng Allah SWT. Niki kasar ngomonge fiqih, syari'at mawon. Lek haqiqate, ora enek ikhtiar. Semua fadhlum minallah,
kabeh hadiah. Mergo nopo? Dungo Sampeyan niku diguwak, nggak kangge. Ewo sik dibayar, piro-piro welas mawon. Namun demikian, tugas kita adalah usaha. Ikhtiar, ibadah sebaik mungkin sebagaimana apa yang dituntut Allah, liya'buduuni. Ojo mbok campur karo syirik selama 24 jam.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Hingga lek wong ibadah shalat; Ashar, Maghrib, dan sebagainya. Poso, zakat fitrah. Ini adalah menjadi kehidupan, kehidupan kita akan menjadi ibadah. Betapa kalau kehidupan kita sudah menjadi ibadah, terus bermesra-mesraan dengan Tuhan-Nya. Sebagaimana Rabiatul Adawiyah, dia dengan metode mahabbah kepada Allah. Betapa dia merasa terus didampingi oleh kekasihnya, hingga dia tidak sempat mencintai orang lain. Hingga dia tidak kawin seumur hidup. Rabiatul Adawiyah itu tidak kawin. Tidak ada kesempatan untuk mencintai orang lain. "Cintaku sudah habis, saya habiskan kepada kekasihku, azza wa jalla. Aku sudah tidak punya kesempatan lagi untuk mencintai lainnya Allah." Hingga dia nadzar tidak kawin sampai wafatnya. Dia hidupnya indah. Wong liyo polah karepe dewe, dia tenang dan senang. Kayak bocah cilik sing nggawe walkman, neng terminal sing rame, panggah. meneng kalih mantuk-mantuk. Mergo ngrun'go'ne nganggo walkman kupinge, ora krungu liyo.

Begitulah Rabiatul Adawiyah yang begitu sibuk dengan kesibukannya. Dia sibuk dengan Tuhan-Nya. Mari kita sibukkan diri kita dengan Tuhan. Dengan melakukan semua apa yang dilakukan manusia. Sehingga ibadah menjadi kehidupan. Begitulah kita ibadah. Kalau rodo ekstrim eneh; riyadloh. Lek ibadah; datar kesanne. Neng yen riyadloh; poso, ekstrim. Koyo dene para pendito. Namung diganti istilah riyadloh mawon Sampeyan lek diomongi lak pun ngeri to? Topo; ngeri, lek ibadah; santai, datar saja. Semua harus kita jadikah ibadah, sehingga kehidupan kita adalah
ibadah. Begitu juga riyadloh. Kulo sering menganjurkan. Bengi jo kakehan turu, melek. Sopo sing ngakeh-ngakehi turu, ora oleh opo-opo. Lek Pak Dalang, topo jiwa ngangklang jagat, nyangking tondo par kencono, isik dungo ketolak, rezeki sandang lan pangan, iku bagiane wongkang sabar lan nerimo. Jadi wong kang akeh turu ra oleh opo-opo.

Kulo mboten suwe niki enek tamu. "Kulo wonten kesusahan Romo." Ya dilakoni Yaa Sayyidii 10.000. "Dilakoni sampek pinten dinten niki?" Yo sampek mati. Kowe nyambut gawe lek wis hasil opo malih leren? Nyambut gawe lek wis hasil kongkon leren ora gelem. Ya harus diteruskan hingga menjadi kehidupan kita. Riyadhoh itu menjadi kehidupan kita, Kita audensi kepada Allah menjadi kehidupan kita. Lek wis ngibadahe, yaumiyahe, kehidupanne menjadi ibadah, secara hakikat itu waliyullah. Lek wong iku wis bersih soko syirik, iku arifin. Orang yang sudah ma'rifat. Walau di sana masih ada tingkat-tingkat lagi.

Alhamdulillah, panjenengan sedoyo nganggit ilmu niki, koyo angel nggole'i demit. Kiai diteko'i ora ngerti, didele'ne. Ono sing dele'ne, ono sing ora weruh pisan. Sa'niki alhamdulillah dibuka dening Allah SWT. Bocah cilik diwarahi, Betapa fadolnya Allah. Biyen Sunan Kalijaga lek ngintil Sunan Bonang pirang tahun. Sakwuse dipameri ono kolang-kaling diapusi, "I kilo emas," yo salahe jik gelem diapusi. Wong kolang-kaling disawang kok malih emas kuwi mripate siwer po apane? Kepincut niki. Kepinginan; pingin duit, pingin nyambut gawe. Pingin iso nggawe emas kanthi sabdane liisan. Kun Lajeng beguru nang Bonang. Ngetut burine 8 tahun. Ora dike'i opo-opo, kon
ngetut buri ae. Sangking deweke kepingin njupuk niki. Trus kongkon mujahadah, ojo ngalih yen aku nggung mbalik. Panjenengan nggak dikongkon ngono gelem ngamalne, alhamdulillah. Betapa entenge, penake. Saudara-saudara kita di thariqah itu bertele-tele, sangat sulit sekali. Dzikir af'al, dzikir sifat, dzikir ismu dzat, dzikir jahri, dzikir sirri, kemudian dzikir khofi dan masih banyak lagi.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Itulah Perjuangan Wahidiyah. Panjenengan semua. berkewajiban untuk menyiarkan kepada saudara-saudara kita di luar yang masih belum kenal Wahidiyah. Itulah yang diperjuangkan oleh Perjuangan Wahidiyah. Menjadi iman ma'rifat atau iman musyahadah. Mengapa Mbah Yahi dulu tidak memakai istilah ma'rifat, tapi kesadaran? Karena betapa pada waktu itu kata wushul ma'rifat disakralkan. Krungu tok, wong iso
mati. Jadi wong wis trauma dengan kata ma'rifat karena begitu sakralnya. Koyo cerito biyen, enek bajingan jenenge lowo Ijo. Krungu jenenge Lowo Ijo, wis gemeter wong-wong. Wis ora usah petuk wae, sing petuk ilang. Krungu kata ma'rifat wong wis keder, karena begitu disakralkan. Padahal podo ora tau eruh kabeh. Sangking disakralkan sampek ora tau petuk, opo maneh memiliki. Namung koyo dewa mboten tau petuk mawon. Alhamdulillah Mbah Yahi Madjid ditugasi untuk medar ilmu iki. Terus Mbah Yahi Madjid memberikan satu fasilitas, menta'lif Sholawat Wahidiyah.

Alhamdulillah saudara kita yang sudah mengamaikan Wahidiyah, bisa ringan. Atine mundak tenang, mundak ingat. kepada Allah, ibadah dan sebagainya. Di samping diparingi taufik hidayah hingga saitik okeh ngicipi ngambah dalan wushul marang Allah SWT. Lampu lek jik kementir tok pun lumayan timbang mboten bias, nuwun sewu. Syukur lek iso terang. Katik ra sah bayar. Wes ra sah kangelan, gelem opo ora? Ra gelem yo wis.

Para hadirin-hadirat, kira-kira Jenengan purun nopo mboten? Enake koyo ngono mboten purun kados pundi Panjenengah? Sampeyan niat golek guru, sampek klenger nggak bakalan petuk. Fadol itu tidak bisa digole'i, hadiah juga tidak bisa digole'i. lek bayaran iso digole'i mben wulan. Bayaran lek kuli seminggu1, utowo bendino. Lek ngemis, per menit oleh. Tapi lek fadol utowo hadiah, wah nggih niku. Sak umur ae petake mung pisan. Pas sak umur ngeriteni pirang-pirang tahun koyo bocah ngenteni sepur. Opo meneh sepur zaman biyen niku sedino mung'liwat ping pindo, saiki meh rong menit pisan. Ngenteni sepur jurusan Jakarta - Surabaya, nggak teko-teko. Wayah sepur teko, deweke buang air besar. Sepure liwat deweke lagek metu, ora oleh opo opo. Niki kejadian, milo hati hati Kesempatan itu kadang oleh Allah hanya diberikan lahdhotan, sak klelapan. Yen pancen pinaringan bejo, kesempatan liwat deweke biso manfaatne kesempatan niku. Ning yen wayah apes, dienteni pirang-pirang tahun teko nyatane kelalen, ora oleh opo-opo. Niku jenenge pun bar, nggak duwe bejo.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Panjenengan termasuk ono ing tondo-tondo kang bejo. Sing sito ngenteni nang stasiun sepur pirang-pirang jam, wayah sepur liwat dilalah deweke ngalih. La Jenengan ora usah ngenteni, langsung mlaku. Njajal nek stasiun, pas teko kono pas sepur teko. Niki namine bejo. Jenengan tidak mencari jalan kepada Allah SWT.. Mlaku kledang-kledang, ditawari Wahidiyah. Niki tondo-tondo bejo. La kok engko wae? Liwat, bakal keliwatan, kelangan Sampeyan mengko. Enak kan? Milo hati-hati. Okeh iku mangan kari muluk, piringe pecah. Pun bar wong niku, milo hati-hari. Keto'e memang Sampeyan nang depot, wis kari mangan. Wayah maem enek cah mendem; bubar sak depot, nggak mangan kabeh. Begitu pula Panjenengan. Karena itu jangan sampai meremehkan satu kesempatan yang diberikan Allah SWT. Harus tanggap. Semua orang besar itu tanggap ing kahanan, Cobi Pak Harto dadi Presiden, naliko tanggap pada situasi kacau saat itu, Pak Harto dengan trengginasnya ngambil sikap. Yo dadi Presiden. Lek nggak, waduh jatuko. "Wis ket biyen jatuko niku panggah neng buri.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Mumpung mumpung. Kulo biyen kalih Bapak kulo engkel-engkelan. Lek durung wayahe, dientenono yo percuma pak, niki saya matur. Ngenteni wis kesel, engko tinggal dicegat ae sepur liwat jam piro? Wayah buka, teko nerimo. Mbah Yahi dawuh, "Kepancal sepur kowe. Wayah antri karcis kowe nek ngarep kawit esuk teko sore. Antri nek ngarep dewe. Wayah buka, kowe nguyuh. Di nggoni wong ra oleh opo-opo kowe." Kalah neh
kulo. La niki Mbah Yahi dawuh ngaten. Milo mari. Kadang-kadang orang yang di belakang malah oleh: Orang yang dimuka kadang-kadang tidak oleh. Karena nopo? Kadang-kadang kurang sabar. Nglakoni pirang-pirang minggu, tirakat, riyadloh, wayah tiba nyatane, ono jiwa putus asa.Bejane awak lek niku.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Tadi saya katakan bahwa lillah-billah inilah satu sikap keimanan yang paling tinggi. Sikap ibadah yang paling tinggi. Tidak ada kualitas maupun kuantitas dalam kehidupan beribadahkepada Allah melebihi orang yang lillah dan billah dengan murni. Baik kajian akademisi maupun kajian praktis, mboten wonten sing ngalahne Shalat malam centak-centuk, sembahyango paling 10 rakaat 20 rakaat. Lek niki terus kalih lillah lan billah. Insyaallah. Hingga dikatakan satu detik ibadahe wong kang atine wis lillah lan billah, satu detik ibadahe wong kang atine wis madep marang Allah, wis lillah-billah, wis ikhlas, niku podo karo sa' gunung ibadahe wong kang atine durung lillah lan billah. Batu korek sing cilik, niku kalih watu sak prongkol lak panggah larang batu korek. Batu korek sak cis disuntik pyar metu genine, bell kahanane. Ati sing wiskados mekaten kolo wawu, niku ati sing wis madep marang Allah, kanti lillah lan billah disertai roso butuh marang Allah SWT. Nelongso, nangis merintih marang Gusti. Hingga dikatakan:

"Menghadap (termasuk berdo'a) kepada Allah dan Rasul-Nya dengan sungguh-sungguh tadzallul (merasa hina, nelongso, meratapi dosa) dan merasa sangat butuh sekali pertolongan serta merasa sangat butuh sekali pertolongan serta merasa tidak mempunyai daya dan kekuatan adalah pangkal segala kebaikan dunia dan akhirat." (Taqarribul Ushuul: 156)

Wong kang madep marang gusti kanthi rasa banget butuhe marang Allah, hingga. nangis nyucur netro, yo ning kono kuwi nggon telenge kanugrahan. Yen naliko ning kahanan koyo mengkono niba'ake panyuwun, yo mengkono kuwi bakal diijabahi dening Allah, lek perlu durung sampe nyuwun, wis diparingi ijabah dening Allah SWT.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati, niki namung wejangan yen jare wong Jowo ngomong. Wejangan enek loro; ono wejangan mantra atau sastra, ono malih wejangan roso. Loro-lorone kudu dilakoni. Diwejang dungo, contone ayat kursi kon ngalakoni sakmene. Niku wejangan dungo. Dadi tukang wejang diapali kantonge, nggih namung dadi bakul dungo. Ono wejangan roso. Opo polahing roso, roso manunggal marang Gusti, roso ngabekti marang Allah, rasa lillah, rasa billah, topo roso; ora ono roso sing ono rosone Allah, niki piwulang. Piwulang pun kudu ono laku, lek gak enek
laku yo mboten nate. Lek dungo yo dilakoni, dongane diwoco sing akeh. Yen roso langsung dilakoni. Kanti riyadloh, betah melek. Hinggo dadi engko karo roso dadi sing dihakke. Niki banyak wong tuwo ngaten. Ampuh tanpo dungo nggih ngaten niki. Hanya roso manembah marang Gusti. Kulo bukak tithik ben semangat Sampeyan.

Para hadinn-hadirat yang kami hormati Khususnya pengamal-pengamal yang lama, mari kita tingkatkan kualitas pengamalan kita dalam Wahidiyah. Mboten namung nyerita'ne informasi, tapi dilakoni. Hingga mestine yen pancen pengamal Wahidiyah niku betul-betul bisa ngetrapne, sak detik ibadahe podo karo sak gunung. Sak kecap dungane wong Wahidiyah kudu luwih mandi dibanding dungane sing durung lillah lan billah. La kok gak mandi? Berarti kuwi gak tenanan. Atau Allah lebih tahu kapan akan diberi. Ada dawuh:

"janganlah kamu mengatur dirimu Allahlah yang akan mengatur kamu." (AI-Hikam)

Milo sing diterangne Al-Hikam, ojo pisan-pisan ngatur marang awakmu. Tawakkal, pasrah. Ing jerone pasrah, kudu ikhtiar. Koyo Semar, meneng tapi mbegegek, mbegegek tapi usek-usek. Pasrah tapi ikhtiar, ikhtiar tapi pasrah. Insyaallah. Kita ihktiar karena perintah Allah, tawakkal karena Allah sudah menata diri kita. Dan Allah lebih tahu daripada kita apa yang baik kita terima, dan kapan kita diberi.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Memang Panjenengan dereng ngerasa'ne. Nanti suatu saat Pasti penejengan ada rasa. Sing ta karepke nggak hasil kabeh, tapi Allah bakal mirsani. Begitulah kehidupan yang berliku-liku. Kalau sudah melihat nanti, pasti akan merasakan Maha besar Tuhan. Kulo biyen, nyuwun sewu, pengin dadi wong kasab, nyambut gawe mati-matian hingga di antara putra Mbah Yahi, iki nggak calon karomah. Dadi wong lumrah. Uripe sik kudu nyambut gawe, meres tenogo. Padahal Mbah Yahi, meneng dadi opo sing diparingi. Ternyata Tuhan berkehendak lain. Kulo uripe nggak tahu dadi, mek dadi pengalaman. Ternyata Allah memberi saya di maqam tajrid. Tapi kulo se ngengkel. Kulo tasih ikhtiar lahir. Tajride tajrid ati, bukan tajrid fisik. Kulo nggih panggah ikhtiar. Dan yang kedua saya juga tetap sowan. Ketiga suatu saat kulo melakukan sesuatu ndak hasil, seketika ya Tuhan, mengapa demikian? Betapa malu saya dengan orang lain. Malu karo wong, nggak iso nyambut gawe. Pun dicemooh tiyang. Tapi ternyata Allah memberikan jauh lebih besar daripada yang saya minta. Dan alhamduliliah semua orang wedi, kagum dengan apa yang saya terima. Niki kulo paringi sebagian untuk memotivasi diri kita. Maka di Al-Hikam dikatakan. Lamun kowe kabeh males ibadah, elingono janjine Allah bagi orang ahli ibadah. Nek kowe ibadah angel, males elingono janjine Allah :

"Berdoalah kamu semua niscaya akan Aku beri ijabah untukmu "

Sopo sing gelem ibadah, diparingi. Wis akeh contoh wong kang ahli ibadah, ahli riyadoh diparingi mulyo uripe, diparingi sugih. Ngelingono kuwi ben gelem ibadah malih. Kadang-kadang nafsu perlu diapusi. Contoh: Mbah Yahi kae tirakat diparingi enak. Kae tirakat anake dadi 'wong' kabeh. Ngelingo meniko akan bangkit kembali. Maka hendaknya sekali-kali kita melihat nafsu itu. Karena apa? Ketika kamu ibadah aras-arasen, di antaranya kata Al-Hikam ngelingono janjine Allah di Al-Qur!an tentang orang yang mau berdo'a kepada Allah. Dalilnya: astajib lakum. Kemudian melihat
Mbah Yahi kae, wong kae riyadloh diparingi iki. Nyapo aku kok panggah ngene ae.

Para hadirin-hadirat. Mari, khsusnya kita pengamal Wahidiyah, bangkit. Tingkatkan kualitas pegamalan kita, kualitas ikhtiar kita, kualitas laku kita, ditingkatkan. Hingga Allah mengangkat kita dalam ubudiyah kita, diangkat setinggi langit. Dalam ikhlas kita, diangkat. Dalam perjuangan kita diangkat, makin meluas Perjuangan Wahidiyah, Dalam rezeki, diangkat rezeki kita, ora kekurangan apa-apa. Wong nggak butuh opo-opo ono loro: Pertama; memang dia sudah merasa memiliki sesuatu. Kedua; ono sing nggak topo sebab de'e wis nggak butuh opo-opo, nggak duwe kepinginan.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Mari anak-anak kita, kita ajari. "Le, lek Sampeyan pingin sadar mujahadah. Lek pingin.ujiane lulus iki moco Yaa Sayyidii 1000, disebulne neng gelas, sesuk-esuk diombe." Tadi kulo dipesen kaliyan Pak Kesra, ini anak-anak yang sekolah supaya membaca Yaa Sayyidii Yaa Rasulallah, 1000 kali, malam ditiupkan di air, besok pagi diminum. Lek anake jik cilik, rung ngerti, bapake sing maca'ne. Anake dilatih semampunya. Terus dididik sejak kecil. Pomone nggak tahu riyadloh, kon riyadloh bakal girap-girap. Koyo anake wong sing ra tau nyambut gawe, kon ngangkat 10 kg ae wis girap-girap. Wong ra tau riyadloh, kon moco 1000, kicat-kicat krungu 1000 mawon. Niku kurang latihan. Anak kita kalau sejak kecil tidak dididik, mbesuk kon mujahadah 1000 kali mawon pun kicat-kicat. Ajari riyadloh sejak dini. Sehingga fisik ini terdidik dan begitu pula hati akan terdidik. Ibadah kok nggresah. Biasane kita ibadah panik, kudu ngadek mawon, nggak kuat. Padahal jik nggung ene 5 menit Dikalahi metu, diikuti aja. Mengko lek neng jobo, neng emper, mujahadah. Mengko lak pun mboten aras-arasen. Jero kamar ki pun panik. Ati paring krejotan. Kulo nggih ngaten.

Masyaallah, nyapo to ati kok angel temen? kulo medal mawon teng buri, lungguh Neng jobo wis tak turuti. Mlayu nangdi kowe? Masa wis kesel lakune, diajak lingguh mujahadah malih geiem. Ini saran dan saya, sebagai motivasi. Kalau kita sumuk, panas, sehingga fisik kita nggak kompromi. Mungkin bisa sambil kita keluar. Lek mujahadah personal gung iso, yo mujahdah karo rame. Karo delok TV mujahadah. Mergo lek meneng madep ngulon kroso ngantuk, nggak kuat. Lek karo ndelok TV kan seneng. Niki... daripada nggak blas. Pokoknya terus diikhtiari, jangan mau kalah. dengan nafsu kita. Hingga menjadi kehidupan. Aku riyadloh, nggak pernah jawab. Aku pingin puasa, Mbah Yahi Madjid itu nggak pernah puasa. Tapi mangane meng sak itik. Ibuku kalo bilang, mangane koyo kucing. jadi ayah saya kurus. Bapak saya tidak pernah riyadloh, tapi kehidupannya memang nggak pati mangan. Wong sing tirakat poso, paling 40 dino. Lek niki nggak tau poso, tapi nggak tau mangan. Itu kehidupan. Turune awan, bar subuh teko jam 2. Bengi melek eneh, koyo lowo. Niku
pancen angel, mongko kudu dilakoni.

Mudah-mudahan kita semua ditingkatkan, hingga berefek pada diri kita, meningkat perilaku kehidupan kita, ibadah kita. terus menyinari anak istri kita, tetangga kita dan ummat masyarakat pada umumnya hingga mereka semua berbondong-bondong Fafiruu ilallah wa Rasullihi SAW.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati. Mari yang terakhir kita berdoa kepada Allah, mudah-mudahan ummat dan masyarakat berbondong-bondong Fafiruu ilallah wa Rasulihi SAW Kita doakan bangsa Indonesia yang dalam keadaan dicoba oleh Allah SWT, mudah-mudahan segera ditolong oleh Allah SWT. Semua hal yang menjadikan Negara kita kurang tentram, mudah-mudahan
diganti oleh Allah menjadi negara yang tentram, adil dan makmur yang diridloi oleh Allah SWT. Walau prosesnya mungkin masih harus mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Tapi kita harus yakin, bahwa negara kita nanti akan mampu menjadi sebuah negara yang adil dan makmur, yang diridloi Allah SWT.

Para hadirin-hadirat yang kami hormati, monggo kita sowan dateng Allah SWT. Kita mohonkan tetangga kita, ummat masyarakat berbondong-bondong sadar Fafiruu ilallah wa Rasulihi SAW
Al-Fatihah. (Dilanjutkan mujahadah dengan aurod 3.1.)

Transkrip Fatwa Amanat
Hadrotul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif Madjid RA,
Pengasuh Perjuangan Wahidiyah
Pada Mujahadah Nisfussanah Provinsi jawa Tengah di
Kabupaten Kendal, 27 Marei 2010. Diedit tanpa merubah
maksud.


Dikutip dari : majalah AHAM edisi 89 / Th.X / Jumadal Ula 1431

 

COPYRIGHT © 2009
PENGAMALWAHIDIYAH.ORG

0 komentar:

Posting Komentar

SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR!!!

Follow us on Twitter! Follow us on Twitter!
Replace this text with your message