”Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang kafir. Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makananya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim.” (QS. Al Baqarah: 34-35).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada para Malaikat agar mereka bersujud kepada Adam AS. Kita tidak tahu hakikat dari kata “sujud”
ini jika diterapkan kepada para Malaikat. Namun yang jelas, bahwa
sujud adalah bentuk penghormatan yang paling tinggi dari seseorang.
Hanya saja bagaimana bentuk sujud para Malaikat kepada Nabi Adam AS,
ini yang tidak sampai penjelasanya kepada kita. Apakah dengan
menempelkan dahi di atas tanah atau dengan cara lain. Hanya Allah yang
tahu hakikatnya.
Yang menarik dari ayat ini adalah bahwa sujudnya para Malaikat kepada
Adam AS ini merupakan sebuah isyarat bahwa Adam AS memiliki kedudukan
yang lebih tinggi disisi Allah daripada Malaikat. Ada beberapa alasan
mengapa kedudukan Adam AS lebih tinggi daripada para Malaikat.
Pertama: adalah bahwa dari aspek penciptaan-Nya, Adam AS diciptakan Allah “dengan kedua tangan-Nya” yang Agung. Hal ini sebagaimana firman Allah ketika Iblis menolak untuk bersujud kepada Adam AS. Allah berfirman:
- ”Wahai Iblis, apa yang
mencegahmu untuk berdujud terhadap apa yang Aku ciptakan dengan kedua
Tangan-Ku? Apakah engkau hendak berbesar diri ataukah engkau termasuk
golongan yang luhur?” (QS. Shod: 75).
Sementara makhluk selain Allah diciptakan dengan firman-Nya ”Kun” . Hal ini sebagaimana firman Allah,
- ”Sesungguhnya perintah-Nya ketika Ia menghendaki sesuatu adalah ”Kun (jadilah)”, maka (apa yang dikehendaki pun) jadi.” (QS. Yasin: 82)
Kedua: adalah bahwa sebagaimana pendapat para ulama sufi, Nabi
Adam AS adalah leluhur fisik dari Rasulullah SAW sekaligus pengemban
Nur Muhammad SAW. Jadi dari sini, penghormatan para Malaikat terhadap
Adam AS pada dasarnya adalah penghomatan kepada Rasulullah SAW sebagai
makhluk Allah yang paling mulia. Kita tidak bisa membayangkan
bagaimana ketinggian kedududukan Rasulullah SAW di sisi Allah
dibandingkan dengan para Malaikat. Sedangkan terhadap Nabi Adam AS
yang baru sebagai pengemban Nur Muhammad SAW saja mereka menghormati
sedemikian ini.
Ketiga: bahwa Nabi Adam AS dan jenis manusia pada umumnya
memiliki kemungkinan untuk mengabdi kepada Allah SWT dengan nilai yang
lebih tinggi daripada Malaikat. Sebab Maliakat mengabdi dan menyembah
kepada Allah SWT dengan satu cara saja. Yang bersujud terus bersujud,
yang ruku’ terus ruku’, yang bertasbih terus bertasbih dan
seterusnya. Sedangkan manusia memiliki peluang untuk mengabdi kepada
Allah SWT dengan cara yang beraneka ragam. Bisa shalat, tilawah,
bertasbih, beristighfar dan lain-lain. Dengan demikian, manusia
memiliki akses menuju Allah dari berbagai pintu, sementara Malaikat
hanya dari satu pintu.
Keempat: manusia memiliki peluang untuk memberi manfaat kepada
semesta lebih besar dibandingkan dengan para Malaikat. Dengan
mengkombinasikan sumberdaya akal fisik, nafsu dan hatinya manusia
dapat mengelola bumi ini untuk kemaslahatan. Sementara Malaikat,
karena tidak memiliki nafsu, maka mereka tidak memiliki inisiatif
untuk melakukan pemeberdayaan dan pemanfaatan bumi.
Dalam ayat di atas terlihat bahwa iblis menolak untuk bersujud kepada Adam AS. Pangkal dari sikap ini ada beberapa hal.
Pertama, adalah bahwa Iblis merasa bahwa ia memiliki bahan
yang lebih baik daripada Adam AS. Hal ini sebagaimana firman Allah
dalam Al Qur’an,
- ”Allah berfirman:
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu?” Iblis menjawab, “Saya lebih baik dari padanya: Engkau
ciptakan saya dari api sedang ia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al A’raf: 12).
Argumentasi Iblis ini seperti argumentasi orang yang sombong karena
ketinggian nasab. Nasab Adam AS dari tanah sedangkan nasab Iblis dari
api. Padahal kemuliaan orang disisi Allah tidak ditentukan oleh nasab.
Tapi oleh amal dan ma’rifatnya kepada Allah SWT.
Disamping itu, kesimpulan Iblis bahwa api lebih baik daripada tanah
juga merupakan kesimpulan yang salah. Atau minimal kesimpulan yang
perlu diperdebatkan kembali. Bukankah tanah menjadi sumber makanan
makhluk hidup? Bukankah tanah menjadi tempat tinggal makhluk hidup?
Bukankah tanah berguna untuk membuat berbagai perkakas kehidupan?
Memang, api juga penting, namun sikap Iblis yang mengabaikan peran
tanah ini adalah sikap yang salah. Sebab kehidupan di dunia ini tidak
akan bisa jika tidak ada tanah, sebagaimana juga tidak bisa jika tidak
ada api atau air.
Bahkan kemudian kesombongan Iblis ini harus di bayar dengan mahal. Ia
yang sebelumnya menduduki peringkat yang tinggi disisi Allah akhirnya
melorot tingkatanya menjadi makhluk yang paling hina. Ini perlu
menjadi catatan khusus bagi kita. Bahwa kesombongan sangatlah
berbahaya. Kesombongan ini bukan hanya menyebabkan seseorang turun
derajatnya disisi Allah SWT, tetapi juga bisa menyebabkan seseorang
menjadi musuh Allah. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam
sebuah hadits:
- ”Barangsiapa yang
merendahkan diri, maka Allah akan mengangkat derajatnya. Dan
barangsiapa yang sombong, maka Allah akan merendahkanya.”
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabada:
- ”Barangsiapa yang
mengagungkan dirinya dan sombong dalam cara jalanya, maka dia akan
menemui Allah, sedangkan Allah akan murka padanya.” (HR. Ahmad).
Selanjutnya, pada ayat 35 Allah memerintahkan Adam AS agar beliau
bersama isterinya tinggal di surga. Ayat ini memberikan petunjuk yang
kuat bahwa manusia sebenarnya adalah penduduk asli surga. Karena
itulah, setiap manusia hendaklah merindukan surga, sebagaimana seorang
perantauan yang rindu kembali ke kampung halamanya. Apalagi jika
keadaan kampung halamanya itu jauh lebih nyaman dan lebih menyenangkan
daripada tempat perantauanya. Mereka yang sehari-harinya sibuk dengan
dunia hingga melupakan akhirat, seperti orang yang lupa akan kampung
halamanya sendiri.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa di surga Adam AS mendapatkan
fasilitas yang serba cukup. Mereka dipersilahkan untuk memakan makanan
apapun yang ada si surga. Hanya saja Allah melarang mereka untuk
memakan satu pohon. Disini tidak ada penjelasan jenis pohon itu.
Lantas dimana letak surga di dalam ayat ini? Apakah maksud surga itu
dilangit atau di bumi? Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di
kalangan Ulama’. Kalangan Ahlussunnah wal jam’ah mengatakan
bahwa surga ini terletak dilangit. Sedangkan kaum Mu’tazilah, salah
satu aliran yang menyimpang dalam Islam mengatakan bahwa surga ini
terletak dibumi. Demikian juga terjadi perbedaan pendapat tentang
jenis pohon yang terlarang bagi Adam AS tersebut. Sebagaian mengatakan
pohon anggur, dan lain-lain. Hanya saja, berbagai pendapat yang
berbeda tersebut tidak didasarkan kepada ayat-ayat Al Qur’an atau
hadits-hadits yang shahih. Sehingga dengan demikian berbagai pendapat
tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Hanya saja yang perlu diambil pelajaran dari ayat ini adalah bahwa
kita janganlah mempersulit diri untuk mencaritahu tentang apa-apa
yang kita tidak menerima manfaat dari pengetahuan tersebut kecuali
sedikit. Mengetahui jenis pohon yang dimakan Adam AS bukanlah
pengetahuan yang memberikan kontribusi kepada perbaikan hidup manusia
atau kepada penigkatan ketakwaan manusia, pasti Allah atau Rasulullah
Saw akan menjelaskan kepada kita.