Salah Satu Gedung Pendidikan Ponpes Kedunglo Wahidiyah |
Sejak berabad-abad lalu, pondok pesantren telah mewarnai
perjalanan sejarah nusantara, khususnya di bidang kependidikan. Pada
masa awal
perkembangan Islam di tanah Jawa, para ustadz dan mubaligh mendidik
kader-kader
pejuang Islam di pesantren. Fungsi ini bertambah luas ketika Sunan Ampel
yang
membuka pondok pesantren di Surabaya mengajarkan pula berbagai disiplin
ilmu
dan tidak terbatas pada ilmu agama. Mulanya pesantren memang terkesan
sangat
mengisolasi diri terhadap ilmu pengetahuan modern, utamanya yang berasal
dari
barat.
Akan tetapi, memasuki pertengahan tahun 1900-an, beberapa
pondok pesantren mulai mau menerapkan ilmu modern. Tidak hanya itu,
sistem
pendidikannya pun ikut juga mengadopsi sistem pendidikan nasional. Salah
satunya adalah yang dilaksanakan oleh Ponpes Kedunglo, Kediri,
Jawa Timur.
Pondok pesantren yang kuat aroma tasawuf-nya ini didirikan tahun 1901
oleh KH
Muhammad Ma'roef.
Kyai ini berlatar pendidikan di Ponpes Bangkalan Madura
pimpinan KH M Cholil. Seperti ponpes yang lain, Kedunglo membawa misi
untuk
mengajak masyarakat mengamalkan ajaran agama Islam. KH Ma'roef, RA
wafat tahun 1955 dan kepemimpinan pesantren
dilanjutkan salah satu anaknya, KH Abdul Madjid.
Hadrotul Mukarom Mbah KH Abdul Madjid, Qs wa
Ra, lantas mendalami tasawuf dengan
mempelajari lebih dalam kitab al-Hikam. Akan tetapi, oleh Mbah Yahi
Madjid, Qs
wa Ra, tasawuf tidak hanya merupakan bahasa ilmiah, melainkan terapan
kehidupan
untuk menggapai ma'riffat Allah.
Hal ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, yakni KH Abdul
Latif Madjid. Di masa kepemimpinan Hadrotul Mukarom Kanjeng Romo KH
Abdul Latif Madjid, RA inilah Ponpes Kedunglo menjelma menjadi
salah satu
pesantren yang cukup berpengaruh di Kediri bahkan Jawa Timur. Pesantren
ini
sekarang lebih menekankan program pendidikannya secara komprehensif pada
bidang
ekonomi, sosial maupun budaya. Namun, hal ini dilakukan dengan tidak
menghilangkan misi dan visi agamanya yakni mencetak wali yang intelek
atau
ulama yang wali. "Untuk itulah, dalam upaya perbaikan keimanan umat,
bila
para ulama lain menerapkan metode dakwah ilmiah, namun Ponpes Kedunglo
melakukannya
melalui doa," papar KH Abdul Latif Madjid yang akrab disapa Kanjeng Romo
Yahi oleh santrinya.
Kedunglo yang terletak di desa Bandarlor, Kediri, mempunyai
luas sekitar 2 hektar. Lokasinya tampak berbaur dengan pemukiman
penduduk,
dalam artian ponpes ini tidak 'memagari' diri pada satu komplek. Kegiatanbelajar mengajar dilangsungkan di beberapa
gedung bertingkat dan terdiri dari gedung local lama 2 tingkat (10
lokal)
gedung baru 4 tingkat (16 lokal) dan
Gedung TK Plus Wahidiyah (2 tingkat). Gedung pendidikan tersebut akan
ditambah
dengan Gedung Universitas Wahidiyah yang akan dibangun tahun
depan yang direncanakan tingkat 5.
Untuk menampung para santri, tengah dibangun asrama santri yang saat
ini masih dalam tahap pematangan
konsep (design dan aspek teknis
lainnya). Jumlah santrinya terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan kini tercatat 1.000
santri (60
persen santri putri dan 40 persen putra) menimba ilmu dan mondok di
Ponpes
Kedunglo. Mereka bukan hanya berasal dari Kediri dan sekitarnya,
melainkan juga
dari seluruh Indonesia seperti
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa
Tenggara Sumatera termasuk dari Daerah Istimewa Nangro Aceh Darus Salam
juga
telah mengirimkan putra-putranya untuk
mondok di Ponpes Kedunglo.
Sumber : diambil dari hasil wawancara
Republika dengan Pengasuh Ponpes Kedunglo, 2003, - dengan editing
seperlunya.