Pada awal bulan Juli 1959. Hadlrotus Syekh Al-Mukarrom Romo KH Abdoel
Madjid Ma’roef, Pengasuh Pesantren Kedunglo, Desa Bandar Lor, Kota
Kediri, menerima “alamat ghoib”- istilah Beliau – dalam keadaan terjaga
dan sadar, bukan dalam mimpi. Maksud dan isi alamat ghoib tersebut
kurang lebih: “supaya ikut berjuang memperbaiki mental masyarakat lewat
jalan bathiniyah”.
Sesudah menerima alamat ghoib tersebut Beliau sangat prihatin.
Kemudian mencurahkan / memusatkan kekuatan bathiniyah, bermujahadah
(istilah Wahidiyah), bermunajat / mendekatkan diri kepada Alloh memohon
bagi kesejahteraan ummat masyarakat, terutama perbai-kan mental / akhlaq
dan kesadaran kepada Alloh wa Rosuulihi. Do’a-do’a / amalan yang Beliau
perbanyak adalah do’a sholawat, seperti Sholawat Badawiyah, Sholawat
Nariyah, Sholawat Munjiyat, Sholawat Masisiyah dan masih banyak lagi.
Boleh dikatakan bahwa hampir seluruh doa yang beliau amalkan untuk
memenuhi maksud alamat ghoib tersebut adalah do’a Sholawat. Seakanakan
boleh dikatakan bahwa seluruh waktu beliau tidak ada yang tidak
dipergunakan untuk membaca sholawat. Suatu contoh ketika bepergian
dengan naik sepeda, beliau memegang stir sepeda dengan tangan kiri,
sedang tangan kanan Beliau dimasukkan ke dalam saku baju untuk memutar
tasbih. Untuk amalan Sholawat Nariyah misalnya Beliau sudah terbiasa
mengkhatamkannya dengan bilangan 4444 kali dalam tempo kurang lebih 1
(satu) jam.
Banyaknya bilangan bacaan yang ditempuh dalam waktu sesing-kat itu
bagi Beliau tidaklah mustahil. Itulah yang dinamakan “KAROMAH” yang
diberikan oleh Alloh kepada sebagian Waliyulloh. Karomah tersebut
lazimnya disebut “thoyyul-waqti” (melipat/menyingkat waktu) sebagaimana
karomah yang serupa yang disebut “thoyyul-ardli” (melipat/ memperpendek
jarak bumi). Yakni suatu jarak / jangka waktu yang umumnya harus
ditempuh dalam waktu yang lama (beberapa jam/hari/ minggu), bagi
sebagian waliyulloh yang diberi karomah di bidang itu bisa ditempuh
hanya beberapa saat saja. Bahkan ada yang hanya dalam waktu sekejap
mata. Dalam Al Qur an, Alloh menghikayahkan seorang pengikut Nabi
Sulaiman yang diberi kemampuan mendatangkan singgasana Ratu Bilqis di
hadapan Nabi Sulaiman dalam waktu sekejap mata :
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الكِتَابِ إِنّآ آتـِيْكَ بِهِ
قَبْلَ أنْ يَّرْتَدَّ إِلَيْكَ طـَرْفكَ
(النمل 40)
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari kitab “aku akan
mendatangkan singgasana itu kepadamu sebelum kamu berkedip” (Q.S. An
Namli 40).
Pada awal Tahun 1963 Beliau menerima alamat ghoib lagi, seperti yang
Beliau terima pada tahun 1959. Alamat yang ke dua ini bersifat
peringatan terhadap alamat ghoib yang pertama. Maka Beliaupun
mening-katkan mujahadah / ber-dhepe-dhepe-nya kepada Alloh, sehingga
kondisi fisik / jasmani Beliau sering terganggu, namun tidak
mempenga-ruhi kondisi bathiniyah Beliau.
Tidak lama dari alamat ghoib yang ke dua itu, masih dalam tahun 1963,
beliau menerima lagi alamat ghoib dari Alloh, untuk yang ke tiga
kalinya. Alamat yang ke tiga ini lebih keras lagi dari pada yang kedua
“Malah kulo dipun ancam menawi mboten enggal-enggal ngelaksanaaken”
(malah saya diancam kalau tidak cepat-cepat melaksanakan). Demikian
kurang lebih penjelasan beliau “Saking kerasipun peringatan lan ancaman,
kulo ngantos gemeter sak bakdanipun meniko” (karena kerasnya
peri-ngatan dan ancaman, saya sampai gemetar sesudah itu), tambah
Beliau. Sesudah itu semakin bertambahlah prihatin, mujahadah, taqorrub
dan permohonan Beliau ke Hadlirot Alloh.
Dalam situasi bathiniyah yang senantiasa ber-tawajjuh ke Hadlirat
Alloh wa Rosulihi itu (masih dalam tahun 1963), beliau menyusun suatu
do’a sholawat. ”Kulo lajeng ndamel oret-oretan” (saya lalu membuat
coretan), istilah Beliau. “Sak derenge kulo inggih mboten angen-angen
badhe nyusun sholawat” (sebelumnya saya tidak berangan-angan menyusun
Sholawat). Beliau menjelaskan : “Malah anggen kulo ndamel namung kalian
nggloso” (bahkan dalam menyusun saya hanya dengan tiduran).
Yang dimaksud do’a sholawat yang baru lahir dari kandungan bathiniyah
yang bergetar dalam frekuensi tinggi kepada Alloh wa Rosuulihi,
bathiniyah yang diliputi rasa tanggung jawab dan prihatin terhadap ummat
masyarakat, adalah Sholawat sebagai berikut :
اَللّهُمَّ كَمَآ أَنـْتَ أَهْـلُهْ , صَـلّ وَسَـلّمْ وَبـَارِك
ْعَـلَىسَـيّــدِنـَا وَمَــوْلانَـا وَشَفِـيْعِنَا وَحَبِـيْبـِنَا
وَقُـرَّة ِأَعْـيُـنِـنَا مُحَـمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كمَا هُوَ أَهْـلُهْ , نَسْـأَلُكَ اللّـهُمَّ بـِحَقِّهِ أَنْ
تُغْرِقَـنَا فِى لُجَّةِ بَحْر الْوَحْدَةْ , حَتَّى لا نَرَى
وَلانَسْمَعَ ولا نَجِدَ وَلاَ نُحِسَّ وَلا نَـتَحَرَّك وَلا نَسْكُنَ
إِلاّ َّبِهَا , وَتَرْزُقَــنَا تَمَـامَ مَغْـرف تِكْ , وَتَمَامَ
نِعْمَتـِك ْ, وَتَمَامَ مَعْرِِفَـتِكْ , وَتَمَامَ مَحَبَّـتِـكْ ,
وَتَـمَامَ رضْـوَانِكْ , وَصَـلّ وَسَلِّمْ وَبَاركْ عَلَيْهِ
وَعَلَىآلِهِ وَصَحْبِهْ , عَدَدَ مَآ أَحَاط بهِ عِلْمُك وَأَحْصَـاهُ
كِتَابُكْ , بِرَحْمَـتِكَ يـَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن , وَالْحَـمْـدُ
ِللهِ رَبّ ِالْـعَالَمِــْين
“Niki kulo namekaken Sholawat Ma’rifat” (Ini saya namakan Sholawat
Ma’rifat), penjelasan Beliau.
Dalam sholawat tersebut belum ada kalimat “يَآ أَلله” setelah kalimat
” تــَمَامَ مَـغْـــرف تـِك ” dan seterusnya seperti yang ada sekarang
ini .
Kemudian Beliau menyuruh tiga orang supaya mengamalkan sholawat yang
baru lahir tersebut. Tiga orang yang Beliau sebut sebagai pengamal
percobaan itu ialah Bapak Abdul Jalil (almarhum) seorang tokoh tua
(sesepuh) dari desa Jamsaren, Kota Kediri, Bapak Mukhtar (seorang
pedagang dari desa Bandar Kidul, Kota Kediri), dan seorang santri pondok
Kedunglo yang bernama Dakhlan, dari Demak, Jawa Tengah. Alhamdu lillah,
setelah mengamalkan sholawat tersebut mereka menyampaikan kepada Beliau
bahwa mereka dikaruniai rasa tenteram dalam hati, tidak ngongso-ngongso
dan lebih banyak ingat kepada Alloh. Setelah itu Beliau menyu-ruh lagi
beberapa santri pondok supaya mengamalkannya. Alhamdulillah, hasilnya
juga sama seperti yang diperoleh oleh tiga orang tersebut di atas.
Beberapa waktu kemudian (masih dalam tahun 1963) bertepatan dengan
bulan Muharram Beliau menyusun Sholawat lagi yaitu :
اَللَّهُمَّ يَاوَاحِـدُ يَآ أَحَدْ , يَـاوَاجِـدُ يَاجَوَادْ , صَلّ
وَسَلِّـمْ وَبَاركْ عَلَى سَـيّـِِدِنـَا مُحَـمَّدٍ وَّعَـلَى آلِِ
سَيـِّدِنـَا مُحَمَّدْ , فِىكُلِّ لـَمْحَة ٍ وَّنَـفَسٍٍ بِعَـدَدِ
مَـعْلُوْمَاتِ اللهِ وَفُـيُـوْضَاتِهِ وَأَمْدَادِهْ
Sholawat tersebut kemudian diletakkan pada urutan pertama dalam
susunan Sholawat Wahidiyah. Karena lahirnya Sholawat ini pada bulan
Muharram, maka Beliau menetapkan bulan Muharram sebagai bulan kelahiran
Sholawat Wahidiyah yang diperingati ulang tahunnya dengan pelaksanaan
Mujahadah Kubro Wahidiyah pada setiap bulan tersebut.
Untuk mencoba khasiat sholawat yang kedua ini, Beliau menyuruh
beberapa orang supaya mengamalkannya, Alhamdulillah, hasilnya lebih
positif lagi. Yaitu mereka dikarunia oleh Alloh, ketenangan bathin dan
kesadaran hati kepada Alloh yang lebih mantap.
Semenjak itu Beliau memberi ijazah Sholawat اَللـــَّــهُمَّ
يَاوَاحـــِــدُ ْ dan اَللّـهُــمَّ كــَمَآ أَنــْتَ أَهْـلــُهْ
tersebut secara umum, termasuk para tamu yang sowan (berziarah) kepada
Beliau. Disamping itu, Beliau menyuruh seorang santri untuk menulis
sholawat-sholawat tersebut dan mengirimkannya kepada para ulama / kyai
yang diketahui alamatnya dengan disertai surat pengantar yang beliau
tulis sendiri. Isi surat pengantar itu antara lain; agar sholawat yang
dikirim itu bisa diamalkan oleh masyarakat setempat. Sejauh itu tidak
ada jawaban negatif dari para ulama / kyai yang dikirimi.
Dari hari ke hari semakin banyak yang datang memohon ijazah amalan
Sholawat Wahidiyah. Oleh karena itu Beliau memberikan ijazah secara
mutlak. Artinya disamping diamalkan sendiri supaya disiarkan /
disampaikan kepada orang lain tanpa pandang bulu.
Sejak sebelum lahirnya Sholawat tersebut, di masjid Kedunglo setiap
malam Jum’at (secara rutin) diadakan pengajian kitab Al-Hikam yang
dibimbing langsung oleh Hadhrotul Mukarrom Muallif sendiri. Pengajian
tersebut diikuti oleh para santri, masyarakat sekitarnya dan beberapa
kyai dari sekitar kota Kediri. Pada suatu pengajian rutin tersebut,
Sholawat “ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH …..” ditulis di papan tulis dan
Beliau menerangkan / menjelaskan hal-hal yang terkandung di dalamnya,
kemudian memberi ijazah secara mutlak pula untuk diamalkan dan disiarkan
disamping Sholawat “ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU…”.
Dengan semakin banyaknya orang yang memohon ijazah dua sholawat
tersebut, maka untuk memenuhi kebutuhan, Bapak KH Mukhtar, Tulung agung,
seorang pengamal Sholawat Wahidiyah yang juga ahli khoth (kaligrafi /
tulis Arab) membuat lembaran Sholawat Wahidiyah yang terdiri dari
“ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH …..” dan “ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU .…”.
Pembuatannya menggunakan stensil yang sederhana dan dengan biaya sendiri
serta dibantu oleh beberapa orang pengamal dari Tulungagung .
Pengajian kitab Al-Hikam yang dilaksanakan setiap malam Jum’at itu,
atas usulan dari para peserta yang menjadi Pegawai / Karyawan, dirobah
menjadi hari Minggu pagi sampai sekarang. Sebelum pengajian kitab
Al-Hikam didahului dengan Sholat Tasbih berjama’ah dan Mujahadah
Sholawat Wahidiyah. Pada suatu Pengajian kitab Al-Hikam (masih dalam
tahun 1963) Beliau menjelaskan tentang “HAQIQOTUL WUJUD” sampai
pengertian dan penerapan “BIHAQIQOTIL MUHAMMA-DIYYAH” yang dikemudian
hari disempurnakan dengan penerapan “LIRROSUL-BIRROSUL”. Pada saat itu
tersusunlah Sholawat yang ke tiga yaitu :
عَلَـِيْكَ نـُوْرَ الْخَلْقِ هَـادِيَ اْلأَنَامْ
فَـقَــدْ ظَـلَـمْـتُ أَبـَدًا وَّرَ بّـنـِـىْ
فـَإ ِنْ تـَرُدَّ كُـنْـتُ شَـخـْصًا هَالِكَا
*
*
*
يَاشَـافِـعَ الْخَلْقِ الصَّلاَة ُ وَالسَّلاَمْ
وََأَصْــلَـهُ وَرُوْحَــه ُ أَدْرِكـْـــنــِى
وَلَيـْــسَ لِى يَا سَـيِّـدِىْ سِـوَاكـَا
Sholawat yang ke tiga ini disebut “SHOLAWAT TSALJUL QULUB” (Sholawat
salju hati / pendingin hati). Nama lengkapnya “SHOLAWAT TSALJUL GHUYUUB
LITABRIIDI HAROROTIL-QULUUB” (Sholawat Salju dari alam ghoib untuk
mendinginkan hati yang panas).
Ketiga rangkaian Sholawat tersebut diawali dengan surat Al-Fatihah,
diberi nama“SHOLAWAT WAHIDIYAH”. Kata “WAHIDIYAH” diambil sebagai
tabarukan (mengambil berkah) salah satu dari “ASMAUL HUSNA” yang
terdapat dalam Sholawat yang pertama, yaitu “WAAHIDU”, artinya “MAHA
SATU”. Satu tidak bisa dipisah-pisahkan lagi. Mutlak SATU AZALAN WA
ABADAN. “SATU” bagi Alloh tidak seperti “satu”-nya” makhluq.
Para ahli mengatakan, bahwa diantara khowas (hasiat) AL-WAAHIDU,
adalah menghilangkan rasa bingung, sumpek, resah / gelisah dan takut.
Barang siapa membacanya 1000 kali dengan sepenuh hati dan khudlu’, maka
dia dikaruniai Alloh tidak mempunyai rasa takut / khawatir kepada
makhluq, di mana takut kepada makhluq itu adalah sumber dari segala
balak / bencana di dunia dan akhirat. Dia hanya takut kepada Alloh saja !
Barang siapa memperbanyak dzikir “AL-WAAHIDU AL-AHAD” atau “YAA WAAHIDU
YAA AHADU” maka Alloh membuka hatinya untuk sadar bertauhid /
memahaesakan Alloh sadar Billah.
Pada tahun 1963, diadakan pertemuan / silaturrahmi yang diikuti oleh
para ulama / kyai dan tokoh masyarakat yang sudah mengamalkan Sholawat
Wahidiyah dari Kediri, Tulungagung, Blitar, Jombang dan Mojokerto
bertempat di Langgar (Musholla) Bapak KH. Abdul Jalil (Almar-hum)
Jamsaren – Kediri. Musyawarah tersebut dipimpin oleh Hadlrotul Mukarrom
Muallif Sholawat Wahidiyah sendiri. Diantara hasilnya adalah susunan
redaksi / kalimat yang ditulis di dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah,
termasuk garansi / jaminan. Mengenai redaksi jaminan / garansi itu atas
usulan dari Beliau dan disetujui oleh seluruh peserta musyawarah.
Redaksinya adalah : “MENAWI SAMPUN JANGKEP 40 DINTEN BOTEN WONTEN
PEROBAHAN MANAH, KINGING DIPUN TUNTUT DUN-YAN WA UKHRON” -“Kedunglo
Kediri”
Pada awal tahun 1964, menjelang peringatan ulang tahun lahir-nya
Sholawat Wahidiyah yang pertama (EKA WARSA) dalam bulan Muharram,
Lembaran Sholawat Wahidiyah mulai dicetak dengan klise yang pertama
kalinya di kertas HVS putih sebanyak + 2500 lembar. Yang mengusahakan
klise dan percetakan itu Bapak KH Mahfudz dari Ampel-Surabaya, atas
biaya dari Ibu Hj. Nur AGN (almarhumah), Surabaya. Susunan dalam
Lembaran Sholawat Wahidiyah yang dicetak adalah : Hadiah fatihah,
“ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU…………..”, ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH ………..……”,
“YAA SYAAFI’AL KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAAM ………” tanpa “YAA SAYYIDII YAA
ROSUULALLOOH” dengan dilengkapi keterangan tentang cara pengamalannya
dan termasuk garansi tersebut di atas.
Setelah lembaran Sholawat Wahidiyah dengan susunan di atas beredar
secara luas, disamping banyak yang menerima, juga ada yang menolak /
mengontrasinya. Kebanyakan alasan para pengontras adalah adanya garansi :
Menawi sampun jangkep sekawan doso dinten boten wonten perobahan manah,
kenging dipun tuntut dun-ya wa ukhro -“Kedunglo Kediri”. Mereka
memberikan penafsiran tentang garansi dengan pemahaman yang jauh
bertentangan dengan makna sebenarnya. Pemahaman mereka terhadap
“garansi” menjadi : “Barang siapa mengamalkan Sholawat Wahidiyah dijamin
masuk surga”.
Sebenarnya kalimat garansi / pertanggungjawaban tersebut merupakan
suatu ajaran atau bimbingan agar kita meningkatkan rasa tanggung jawab
dengan segala konsekwensi kita terhadap segala sesuatu yang kita
lakukan; Bahasa populernya “berani berbuat, berani bertanggung jawab”.
Masih pada tahun 1964, setelah pelaksanaan peringatan ulang tahun
Sholawat Wahidiyah yang pertama, di Kedonglo diadakan Asrama Wahidiyah I
yang diikuti para kyai dan tokoh agama dari daerah Kediri, Blitar,
Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Malang, Madiun dan Ngawi. Asrama
ini dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Kuliah-kuliah Wahidiyah
diberikan langsung oleh Beliau sendiri. Di dalam Asrama ini lahirlah
kalimat nidak “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH”. Untuk melengkapi amalan
Sholawat Wahidiyah yang telah ada, kalimat nidak tersebut dimasukkan
dalam lembaran Sholawat Wahidiyah. Lembaran Sholawat Wahidiyah yang
berisikan tiga rangkaian itu beredar dengan tidak ada perubahan sampai
awal tahun 1968.
Asrama Wahidiyah II selama 6 (enam) hari, dari Senin sampai Ahad
tanggal 5 –11 Oktober 1965 di Kedunglo. Di dalam Kuliah Wahidiyah yang
Beliau sampaikan, antara lain Beliau mnerangkan tentang GHOUTSUZ ZAMAN
dengan panjang lebar. Pada saat itu lahir dari kandungan Beliau :
يَآ أَيّـُـهَـا الْـغَوْثُ سَــــلا َمُ الله ْ
*
عَـلَــيْـكَ رَبـّـــِنيْ بِـإذْنِ الله
وَانـْظـُرْ إِلـَىَّ سَـيّــدِىْ بِنَـظــْرَة ْ
*
مُـوْصِلَـةٍ لـّّلْحَـضْـرَةِ الْـعَـلِـيَّةْ
Amalan tersebut merupakan suatu jembatan emas yang menghu-bungkan
tepi jurang pertahanan nafsu di satu sisi dan tepi kebahagiaan yang
berupa kesadaran kepada Alloh wa Rosuulihi, Shollalloohu ‘alaihi
wasallam di sisi lain. Para Pengamal Sholawat Wahidiyah menyebutnya
“ISTIGHOTSAH”. Ini tidak langsung dimasukkan ke dalam rangkaian Sholawat
Wahidiyah dalam lembaran-lembaran yang diedarkan kepada masyarakat.
Tetapi para Pengamal Wahidiyah yang sudah agak lama dianjurkan untuk
mengamalkannya terutama dalam mujahadah-mujaha-dah khusus.
Pada tahun 1965 Beliau memberi ijazah lagi berupa kalimat nida’
“ففروا الى الله” dan وقــــل جــــاء الحـــــق Kalimat nidak ini pada
saat itu juga belum dimasukkan dalam rangkaian pengamalan Sholawat
Wahidiyah, tetapi dibaca oleh imam dan makmum pada akhir setiap do’a.
Begitu juga “WAQUL JAA-AL HAQQU…” belum dirangkaikan dengan “FAFIRRUU
ILALLOOH” seperti sekarang. Tentulah ini suatu kebijaksanaan yang
mengandung berbagai macam hikmah dan sirri-sirri yang kita tidak mampu
menguraikan, tegasnya kita tidak mengetahuinya.
Pada tahun 1968 lahir Sholawat :
عَـلَى مُحَـمَّـدٍ شَـفِــيْـعِ اْلأُمَــمِ
*
يـَارَ بّـَنـَا اللـّــهُـمَّ صَـلّ سَلّــِمِِ
بـِالْـوَاحـِدِيـَّة ِلِـرَبّ الْـعَالَمِـيْن
*
وَاْلآلِِ وَاجْـعَـلِ اْلأَنـَـامَ مُسْـرِعِـيْن
قَـرّبْ وَأَلّـِفْ بـَيْـنَـنَـا يـَارَبَّـــنَا
*
يـَارَبَّنَا اغــْفِرْ يَسّـِرافْتـَحْ وَاهْدِنـَا
Kemudian “YAA AYYUHAL GHOUTSU….” dan Sholawat ini dima-sukkan ke
dalam lembaran Sholawat Wahidiyah yang diedarkan kepada masyarakat.
Pada tahun 1971, menjelang Pemilu di negara kita, lahirlah Sholawat :
يَاشَافِـعَ الـْخَــلْقِِ حَبـِيـْبَ الله
*
صَـلاَتُـهُ عَـلَـيْكَ مَـعْ سَـلا َمِـهِ
ضَلَّتْ وَضَـلَّّّتْ حِيْلَـتِـىفِىبَلْدَتِى
*
خُـذْ بِيَـدِىْ يَا سَـيّـِدِىْ وَاْلأُ مَّـةِ
يَا سَـيّـِدِيْ يَا رَسُـــوْلَ الله
Kemudian Sholawat ini dimasukkan ke dalam lembaran Sholawat Wahidiyah
diletakkan sesudah “YAA AYYUHAL GHOUTSU…” sebelum “YAA ROBBANALLOOHUMMA
SHOLLI….”
Pada tahun 1972 Beliau menambah do’a : “ALLOOHUMMA BAARIK FIIMAA
KHOLAQTA WA HAADZIHIL BALDAH” (belum ada kalimat “YAA ALLOOH”).
Pada tahun 1973 bacaan nidak “FAFIRRUU ILALLOOH” dirangkaikan dengan
“WAQUL JAA-AL HAQQU…” dan didahului dengan do’a :
بِسْـمِ اللهِ الـَّرحْمــنِ الرَّحِـيْـم .اللّـهُـمَّ بـِحَـقّ
اسْمِـكَ اْلأَعْـظـَــمْ , وَبـِجَـاهِ سَــيّـِـدِنـَا مُحَـمَّـدٍ
صَلـَّى الله ُعَـلَـيْه ِوَسَـلـَّـمْ , وَبِـبَرَكَـةِ غـَــوْثِ هَـذَا
الزَّمَـــانْ وَأَعْوَانِـهِ وَسَـآئـِرِ أَوْلِيَـآئِكَ يـَآ أَلله ,
يـَآ أَللهْ , يـَآ آللهْ , رَضِىَ اللهُ تَعَالَىعَـنْـهُمْ × 3
بَـلّـِغْ جَـمِيْعَ الـْعَالَمِــيْنَ نـِدَآءَنـَا هَـذَا
وَاجْــعَـلْ فِـيْـهِ تـَأْثِـــيْرًا بـَلِـيْغًـا ×3
فـَإِنـَّك َعَـلَى كُلّ شَـيْـئٍٍِ قَدِيـْـر, وَبِـاْلإِجَـابـَةِ
جَدِيْـر ×3
فَـفِرُّوآ إِلَى الله ْ× 7
وَقُـلْ جَآءَ الْحَـقُّ وَزَهَـقَ الْـبَاطِلُط إِنَّ الْـبَاطِلَ
كـَانَ زَهُـوْقًا × 3
Pada tahun 1976 itu pula mulai dilaksanakan nida’ “FAFIRRUU ILALLOOH”
dengan berdiri menghadap empat penjuru yaitu pada saat acara Mujahadah
dalam rangka peletakan batu pertama Masjid Desa Tanjungsari Tulungagung
(Masjid KH. Zaenal Fanani)
Demikian penambahan dan penyempurnaan Sholawat Wahidiyah secara
berangsur seirama dengan pengembangan dan penyempurnaan Ajaran Wahidiyah
yang diberikan oleh Hadhrotul Mukarrom Romo Yahi Muallif Sholawat
Wahidiyah sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi di dalam ummat
masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri.
Pada tahun 1978 Beliau menambah do’a “ALLOOHUMMA BAARIK FII
HAADZIHIL-MUJAAHADAH YAAOOH” yang diletakkan sesudah “ALLOO-HUMMA BAARIK
FIIMAA KHOLAQTA WAHAADZIHIL BALDAH”. ALL
Tahun 1980 ada tambahan dalam Sholawat Ma’rifat, yaitu sesudah bacaan
“WATARZUQONAAAAMA MAGHFIROTIKA” ditambah “YAA ALLOOH”. Demikian juga
setelah “WATAMAAMA NI’MATIKA” dan seterus-nya sampai “WATAMAAMA
RIDLWAANIKA” Jadi sebagaimana dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah sampai
sekarang. TAM
Tahun 1981 doa “ALLOOHUMMA BAARIK FIIMAA KHOLAQTA WAHAA-DZIHIL
BALDAH” ditambah “YAA ALLOOH”, dan doa “ALLOOHUMMA BAARIK FII HAADZI-HIL
MUJAAHADAH YAA ALLOOH” dirobah menjadi “WAFII HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA
ALLOOH”. Sehingga rangkaiannya menjadi “ALLOOHUMMA BAARIK FIIMAA
KHOLAQTA WAHAADZIHIL BALDAH YAA ALLOOH, WAFII HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA
ALLOOH”.
Pada tanggal 27 Jumadil Akhir 1401 H atau tanggal 2 Mei 1981 M
Lembaran Sholawat Wahidiyah yang ditulis dengan huruf Al-Qur’an (huruf
Arab) diperbaharui dengan susunan yang sudah lengkap dengan disertai
petunjuk cara pengamalannya, Ajaran Wahidiyah dan keterangan tentang
ijazah dari Beliau secara mutlak. Susunan dalam Lembaran Sholawat
Wahidiyah seperti itu tidak ada perobahan hingga sekarang kecuali
beberapa kalimat dalam penjelasan keterangan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan aturan bahasa.
Demikian secara kronologis atau urut, sejarah ringkas lahirnya
Sholawat Wahidiyah dari awal sampai penyempurnaan di setiap periode.
Setiap penyempurnaan sudah barang tentu memiliki sirri-sirri (rahasia)
yang kita tidak mengetahui secara pasti. Hanya ada sebagian dari
Pengamal Wahidiyah yang ditunjukkan sirri-sirrinya secara bathiniyah.
Mari dalam kesempatan ini kita sowan di haribaan Beliau dengan adab
lahir batin yang sebaik-baiknya.